Rabu, 20 Januari 2016

HUBUNGAN LATIHAN METODE BOBATH TERHADAP KESEIMBANGAN DUDUK PADA ANAK CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI ABDUCTION BENCH


Oleh :

Marchella Ester Hatiuron
NIM : 2015.66.115


BAB I

MASALAH


Masa pertumbuhandan perkembangan anak tentu menjadi perhatian sang orang tua sejak dalam masa kandungan sampai anak beranjak dewasa. Setiap orang tua tentu menginginkan kehidupan yang sehat bagi anaknya. Ketika individu berperan sebagai orangtua dalam kehidupan tentu kesehatan anak menjadi hal yang penting dan patut diperhatikan. Kesehatan  yang baik tentu menjadi hal yang penting dalam mewujudkan kehidupan yang didambakan setiap orang. Kesehatan merupakan faktor utama yang dibutuhkan setiap manusia untuk menjalani kesehariannya.
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani, dan social secara utuh dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan. Serta pengertian kesehatan menurut undang-undang adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Sumber : Undang-Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009).


Berdasarkan definisi kesehatan dapat disimpulkan bahwa kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit.Oleh karena itu menjadi hal yang sangat penting untuk memperhatikan seluruh aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan otak sangat mempengaruhi pertumbuhan anak nantinya. Struktur otak lengkap dengan fungsinya berkembangan sesuai stimulus. Anak bertambah besar, tinggi, lebar sesuai bertambahnya usia sehingga apabila perkembangan otak terganggu tentu akan menimbulkan gangguang fungsi dan pertumbuhan pada anak. Namun tetap saja tidak dipungkiri masih banyak terjadi masalah pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Cerebral palsymerupakan salah satu masalah dalam tahap tumbuh kembang anak yang sering ditemukan. Cerebral palsy merupakan kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang (Sumber : Miller, Freeman, 2004). Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di dalam kandungan (pre-natal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah proses kelahiran (post-natal). Cerebral palsy dapat mengakibatkan gangguan sikap (postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum dan kelainan mental (mental retardation) (Sumber :Dorlan, 2005). American Academy for Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi CP sebagai berikut : klasifikasi neuro motorik yaitu spastic, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neuromotorik : diplegia, hemiplegia, triplegia, quadriplegia (Sunusi dan Nara, 2007).
Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi merupakan tipe yang akan dibahas lebih lagi oleh penulis, yakni gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas (Sumber :AANA journal, John Aker, 2007). Permasalahan utama yang dialami oleh penderita cerebral palsy spastik quadriplegi adalah adanya gangguan distibusi tonus postural (spastisitas) pada keempat ektremitas, gangguan postural control, adanya serta gangguan keseimbangan yang menyebabkan penderita mengalami gangguan fungsional.
Keseimbangan tentu sangat dipengaruhi oleh postural kontrol seseorang. Postural control meliputi kontrol terhadap posisi tubuh dan berfungsi untuk stabilitas dan orientasi tubuh seseorang. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi atau interaksi sistem sensorik (vestibular, visual dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan musculoskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (control motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Fisioterapi merupakan salah satu disiplin ilmu dan bagian dari tenaga kesehatan yang mempunyai peran untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, intervensi yang diberikan adalah yang berhubungan dengan gerak dan fungsi. Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentan kehidupan  dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanik), pelatihan fungsi dan komunikasi (Sumber : Permenkes Nomor 80 Tahun 2013 Pasal 1 ayat 2).
Dalam menghadapi permasalahan ini tentu fisioterapi mempunyai peran penting yaitu memberikan pelayanan secara optimal pada tahapan tumbuh kembang anak. Terutama dalam melatih kemampuan fungsional dalam keseimbangan duduk pada anak penderita cerebral palsy spastik quadriplegi agar mengurangi ketergantungan terhadap orang lain dengan berbagai metode, salah satunyadengan menggunakan metode Bobath. Metode ini dikembangkan oleh Karel Bobath dan istrinya Bertha Bobath pada tahun 1992 berdasarkan konsep bahwa hipertonus yang disebabkan oleh kelumpuhan otak terjadi akibat adanya aktivitas reflek postural yang tidak normal.

Berdasarkan hal diatas maka penulis akan membahas lebih dalam lagi mengenai cerebral palsy spastik quadriplegi dalam kaitannya dengan keseimbangan Dalam memenuhi tugas filsafat yang diberi judul : “HUBUNGAN LATIHAN DI ABDUCTION BENCH DENGAN METODE BOBATH TERHADAP KESEIMBANGAN DUDUK PADA ANAK CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI”.



BAB II
KERANGKA TEORI

A.    Definisi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al, 2001).  Cerebral Palsy merupakan gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progressif yang disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat (Nelson & Ellenberg, 1982).
Cerebral Palsy juga suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. Gangguan pada otak yang bersifat non progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak (Shepered,1995). Cerebral Palsy ini juga bisa diakibatkan dari lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini (prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan ( Bobath, 1996).

B.     Patofisiologi Cerebral Palsy
Pada Cerebral Palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi yang terus menerus dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung refleks. Sedangkan kerusakan pada level midbrain dan batang otak akan mengakibatkan gangguan fungsi refleks untuk mempertahankan postur. Mid brain ekstra piramidal dan pusat lokomotor merupakan pusat kontrol motor primitif. Pusat ini membuat seseorang menggunakan pola primitif reflek untuk melakukan ambulasi dimana pada saat tidak terdapatnya seleksi kontrol motorik. Bila terdapat cedera berat pada sistem ekstra piramidal dapat menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotoni, termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoodinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan. 
Walaupun pada Cerebral Palsy gangguan yang terjadi mengenai sistem motorik tetapi pada kenyataannya tidak dapat dipisahkan antara fungsi motorik dan sensorik.

C.    Etiologi Cerebral Palsy
      Cerebral Palsy dapat disebabkan faktor genetic maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik (Soetjiningsih, 1995). Kerusakan otak pada anak dapat terjadi pada masa prenatal, natal dan postnatal seperti berikut.

1.         Prenatal 
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal adalah infeksi pada masa kehamilan. Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, misalnya infeksi oleh toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain infeksi, anoksia dalam kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), trauma pada abdominal, radiasi sinar-X dan keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan Cerebral Palsy. 
2.         Natal
           Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP, antara lain: 
a.          Brain injury 
     Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat mengakibatkan: 
1)      Anoksia/hipoksia 
Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen, yang dapat terjadi pada saat kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah caesar. 
2)      Perdarahan otak 
Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya pada proses kelahiran dengan mengunakan bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik. 
b.         Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
c.          Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa Cerebral Palsy. 
d.         Prematurias
Prematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tesebut. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. 
3.      Post Natal
Pada masa postnatal bayi beresiko mendapatkan paparan dari luar yang dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada otak. Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak setelah proses kelahiran yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan Cerebral Palsy, misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepaliti, luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah

D.    Klasifikasi Cerebral Palsy
Cerebral palsy dikelompokkan dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi jenis cerebral palsy di kelompokkan sebagai berikut.
1.      Berdasarkan area yang mengalami impairment, yakni :

Gambar 2.1 Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan area
(Sumber : Reiter & Walsh, 2010)

a.          Monoplegia : kelemahan pada satu ekstremitas 
b.         Hemiplegia : kelemahan pada satu sisi tubuh, ekstremitas atas dan bawah tetapi ekstremitas atas lebih berat 
c.          Triplegia : kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan satu sisi ekstremitas atas 
d.         Diplegia: kelemahan pada keempat ekstremitas tetapi ekstremitas bawah lebih berat 
e.          Quadriplegia : kelemahan pada keempat ekstremitas.
1.         Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis gangguan geraknya :

Gambar 2.2. Types of Cerebral palsy
(Sumber :Laurie Glazener, 2009)
a.          Spastik
Ditandai dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan Cerebral Palsy jenis ini ada di tractus pyramidalis (motor cortex). Anak cerebral palsy jenis spastik dibedakan menjadi empat tipe, yaitu spastik hemiplegia, spastik paraplegia, spastik diplegia, dan spastik quadriplegia.
b.         Diskinesia 
Ditandai dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak. Yang termasuk diskinesia :
a)          Athetoid
Letak kelainannya pada basal ganglion. Cerebral Palsy jenis ini tidak terdapat kekakuan pada tubuhnya, tetapi terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol (involuntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan ini tidak dapat dicegah, sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan otomatis tersebut terjadi pada tangan, kaki, mata, tangan, bibir, dan kepala. 
b)            Rigid
Cerebral palsy jenis rigid ini terjadi akibat adanya pendarahan di dalam otak. Gejalanya yaitu adanya kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan kaki sehingga sulit dibengkokkan. Leher dan punggung mengalami hiperektensi. 
c)            Hipotonia 
Cerebral palsy jenis ini memiliki tonus otot dan tonus postural yang rendah. 
d)           Tremor 
Letak kelainannya pada substantia nigra. Gejala yang tampak yaitu adanya getaran-getaran kecil (ritmis) yang terus menerus pada mata, tangan, atau pada kepala. Getaran yang terus menerus pada anggota tubuh tersebut dapat mengganggu fungsinya, seperti getaran pada mata menyebabkan anak tidak dapat melihat dengan jelas. Begitu juga getaran pada kepala dan tangan dapat mengganggu anak berkonsentrasi dan menulis atau pada aktvitas lain yang menggunakan kepala dan tangan. 
c.          Ataksia 
Letak kelainannya pada otak kecil (cerebellum). Penderita mengalami gangguan keseimbangan. Otot-ototnya tidak kaku, tapi terkadang penderita tidak dapat berdiri dan berjalan karena adanya gangguan keseimbangan tersebut. Andaikan berjalan, langkahnya seperti orang mabuk, kadang terlalu lebar atau terlalu pendek. Hal itu menyebabkan anak tidak dapat berjalan tegak dan jalannya gontai. Koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, sehingga anak mengalami kesulitan dalam menjangkau sesuatu ataupun akan akan mengalami kesulitan ketika makan. 
d.         Campuran
Artinya pada anak cerebral palsy terdapat dua atau lebih kelainan. Misalnya spastik dan athetosis, atau spastik dan rigid, atau spastik dan ataksia. Kecacatan tersebut tergantung pada kerusakan yang terjadi di otak. Letak kerusakan jenis ini di daerah pyramidal dan extrapyramidal. Apabila kerusakan terjadi pada pyramidal, kelainannya berbentuk spastik. Apabila terjadi di extrapyramidal kelainannya berbentuk athetosis, rigid, dan hipotonia.

1.            Berdasarkan derajat kemampuan fungsionalnya, yakni :
a.          Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b.      Sedang
Aktifitas sangat terbatas, penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus diharapkan penderita dapat mengurusnya sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup ditengah masyarakat dengan baik.
c.       Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain.

A.    Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
1.      Definisi Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
Cerebral Palsy merupakan gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat sedangkan quadriplegi berarti kelemahan pada keempat ekstremitas (Scherzer & Tscharnuter, 1990).
Sehingga yang dimaksud Cerebral palsy spastik quadriplegia adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota gerak bawah.
2.      Gejala Klinis Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
Gejala klinis atau ciri khas lain yang dapat ditemukan pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegi, yaitu :
a.       Pada cerebral palsy spastic quadriplegi biasanya Asymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan masih ada. 
b.      Pada pemeriksaan dengan posisi anak telentang biasanya akan ditemukan gerakan menggunting pada tungkai karena posisi hip yang terlalu adduksi dan endorotasi. 
c.       Pada pemeriksaan dengan posisi anak duduk biasanyaakan ditemukan bahwa anak duduk di sacrum dengan tungkai adduksi, endorotasi, plantar fleksi dan posisi tungkai asimetri serta menggunting. 
d.      Pada kebanyakan kasus anak dengan cerebral palsy spastik quadriplegia berguling dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk.
3.      Prognosis Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia
Prognosis pasien cerebral palsy spastik quadriplegia dipengaruhi beberapa faktor antara lain: 
a.    Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. 
Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia secara umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu :
1)      Mild
Pasien dengan Mild Quadriplegia dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker, dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya pasien. 
2)      Moderate
Pasien dengan Moderate Quadriplegia mampu untuk berjalan saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih membutuhkan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker. Namun demikian untuk perjalanan jauh atau ektifitas berjalan dalam waktu yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi roda, seperti pada saat berjalan-jalan ke pusat belanja, taman hiburan atau kebun binatang. 
3)      Severe
Pasien dengan Severe Quadriplegia sangat tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau orang lain untuk melakukan aktifitas. 

b.    Pemberian terapi pada pasien Cerebral palsy spastik quadriplegia. 
Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya. 
c.    Kondisi tubuh pasien. 
Dengan kondisi tubuh yang baik akan mempermudah pasien untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri. 
d.   Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi. 
Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk bersosialisasi dengan dunia luar.

B.     Biomekanika
Biomekanika adalah bidang studi yang mempelajari prinsip-prinsip mekanika pada tubuh manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi satu jenis gerakan, ialah :
1.      Titik berat (Center Of Grafity)
Disebut juga titik keseimbangan yaitu titik dimana seluruh berat obyek dipusatkan dan terbagi rata, tanpa menghiraukan bentuk dan kepadatannya. Pada anak letak titik berat lebih tinggi karena kepalanya relatif besar dan kaki kecil.
Untuk menentukan titik berat obyek, ada dua syarat yang harus dipenuhi agar bisa dalam  keadaan seimbang yaitu.
a.       Semua gaya linear yang bekerja pada objek harus seimbang (Line Of Gravity).
b.      Semua gaya rotasi (momen-momen) harus seimbang.
2.      Garis berat
Pada manusia, garis berat adalah garis vertikal yang melalui titik berat badan. Cara menentukan letak titik berat badan yaitu dengan stabilisasi (tingkat keseimbangan).
Hal-hal yang mempengaruhi stabilisasi :
a.       Tinggi titik berat
b.      Letak garis berat
c.       Posisi tubuh
d.      Luas dasar penumpu

C.       Keseimbangan Duduk
1.         Definisi Keseimbangan duduk
Keseimbangan duduk (Sitting Balance) adalah kemampuan seseorang untuk secara baik dapat mempertahankan posisi dalam keadaan duduk simetris. Dimana dalam keseimbangan duduk tidak luput dari pengaruh postural control.
2.     Faktor yang mempengaruhi keseimbangan duduk :
a.       Allignmen dan Base of support
b.      Weight bearing dari tulang, otot, ligament dan kulit
c.       Gerakan trunk
d.      Otot-otot abdominal, quadriceps, hamstring, gluteus dan group otot stabilisasi pelvis
e.       Posisi ankle
      Dimana semua faktor diatas memerlukan postural kontrol yang baik.
3.   Postural Kontrol
a.          Definisi Postural Kontrol
Postural control (kontrol postur) adalah gerakan korektif yang diperlukan untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan. Yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah  koordinasi dari rangka, otot sensorik dan uscul saraf pusat.

Gambar 2.3. Postural Control.
Kontrol postur meliputi kontrol terhadap posisi tubuh dan berfungsi ganda yaitu untuk stabilitas (keseimbangan) dan orientasi (memelihara hubungan yang tepat antar segmen tubuh dan antara tubuh dan lingkungan).
a.          Komponen Postural Kontrol
Pengontrol keseimbangan postur dan gerak pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor (Sistem Musculoskeletal).
1)         System Informasi Sensoris
        Sebagian terbesar kegiatan system saraf berasal dari pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, auditorius, reseptor raba di permukaan tubuh, atau jenis reseptor lain.  Sistem sensorik merupakan hal yang penting dalam prinsip dasar kontrol postur anak. Sistem sensorik yang dimaksud terdiri atas:
a)         Kemampuan visual
Kemampuan visual (penglihatan) memegang peran penting dalam sistem sensoris. Perannya yaitu:
(1)         Mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan.
(2)         Mata juga berfungsi sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik.
(3)         Merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada.
(4)         Berperan dalam mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
b)         Sistem vestibular
        Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor  sensoris vestibular berada di dalam telinga.
            Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.
c)         Sistem somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
b.         Mekanisme Kontrol  postur dan Gerak
Sinaps neuromuscular adalah tempat di dalam tubuh dimana akson motor yang memenuhi otot, sehingga transmisi pesan dari otak yang menyebabkan otot untuk berkontraksi dan berileksasi. Manusia memiliki ribuan sinaps neuromuscular yang mengontrol pergerakan tubuh. Sinaps menghubungkan sel-sel diantara saraf yang mengakibatkan pergerakan tubuh manusia.
Sinaps terdiri dari presinaps dan postsinaps. Ketika terjadi perambatan potensial aksi ke terminal, kanal Ca pada presinaps akan membuka. Proses ini akan diikuti dengan menempelnya neurotransmitter pada membran neuron, lalu neurotransmitter tersebut dilepaskan ke celah sinaps. Neurotransmitter ada dua macam, yaitu neurotransmitter eksitasi dan inhibisi. Bila neurotransmitter eksitasi yang keluar, akan ditangkap oleh reseptor yang cocok pada postsinaps. Ikatan reseptor dengan neurotransmitter akan mengubah permeabilitas membran otot sehingga ion Na akan masuk.
Ketika potensial aksi terjadi makaakan menyebabkan terjadinya depolarisasi. Kejadian selanjutnya adalah akan terbentuknya ikatan aksin myosin sehingga otot akan berkontraksi. Sedangkan bila neurotransmitter inhibisi yang keluar, setelah berikatan dengan reseptor, perubahan permeabilitas akan memudahkan ion Cl masuk. Ion Cl mengakibatkan muatan sel menjadi negative, maka terjadilah hiperpolarisasi dan inhibisi (Guyton dan Hall, 1997).
Aktivitas motorik somatik sangat bergantung pada pola dan kecepatan lepas muatan saraf motorik spinalis dan saraf homolog yang terdapat di nukleus motorik saraf kranialis. Saraf ini, yang merupakan jalur terakhir ke otot rangka, yang dibawa oleh impuls dari berbagai jalur. Banyak masukan menuju ke setiap neuron motorik spinalis berasal dari segmen spinal yang sama. Berbagai masukan supra segmental juga bertemu di sel saraf ini, yaitu dari segmen spinal lain, batang otak, dan korteks serebrum. Sebagian masukan ini berakhir langsung ke saraf motorik, tetapi banyak yang efeknya dilanjutkan melalui neuron antara ( interneuron ) atau melalui system saraf efferen γ ke kumparan otot dan kembali melalui serat afferent Ia ke medulla spinalis. Aktifitas terintegrasi dari tingkat spinal, medulla oblongata, otak tengah dan korteks inilah yang mengatur postur tubuh dan memungkinkan terjadinya gerakan terkoordinasi.
Masukan-masukan yang bertemu di neuron motorik mengatur tiga fungsi yang berbeda yakni menimbulkan aktivitas volunter, menyesuaikan postur tubuh untuk menghasilkan landasan yang kuat bagi gerakan dan mengkoordinasikan kerja berbagai otot agar gerakan yang timbul mulus dan tepat. Pola aktivitas volunter direncanakan di otak, lalu perintahnya dikirim ke otot terutama melalui sistem kortikospinalis dan kortikobulbaris. Postur tubuh secara terus menerus disesuaikan, tidak saja sebelum tetapi juga sewaktu melakukan gerakan oleh sistem pengatur postur. Gerakan diperhalus dan dikoordinasikan oleh serebellum bagian medial dan intermedial (spinoserebellum) dan hubungan-hubungannya. Ganglia basal dan serebelum bagian lateral (neoserebelum) merupakan bagian dari sirkuit umpan balik ke korteks pramotorik dan motorik yang berkaitan dengan peencanaan dan pengaturan gerakan volunter.
Keluaran motorik terdiri atas dua jenis, yaitu refleksifdan volunter (dikendalikan oleh kemauan). Beberapa pakar membagi lagi respons refleksif dengan respon ritmik seperti menelan, mengunyah, menggaruk dan berjalan, terutama yang bersifat involunter.
Masih banyak yang belum diketahui tentang kontrol gerakan volunter. Untuk menggerakkan sebuah anggota badan, otak harus merencanakan gerakan, menyusun gerakan yang sesuai di berbagai sendi pada saat yang sama, dan menyesuaikan gerakan dengan membandingkan rencana dengan kinerja. Sistem motorik akan bekerja secara maksimal apabila gerakan di ulang-ulang (learning by doing), hal ini melibatkan plastisitas sinaps.
Perintah untuk gerakan volunter berasal dari daerah assosiasi korteks. Gerakan direncanakan di korteks. Gerakan direncanakan di korteks serta di ganglia basal dan bagian lateral dari hemisfer serebelum, yang ditandai oleh peningkatan aktivitas listrik sebelum gerakan. Ganglia basal serta serebelum menyalurkan informasi ke korteks pramotorik dan motorik melalui talamus. Perintah motorik dari korteks motorik sebagian besar dipancarkan melalui traktus kortikospinalis ke medula spinalis dan sebagian lagi melalui traktus kortikobulbaris yang sesuai ke neuron motorik di batang otak. Namun jalur ini dan beberapa hubungan langsung dari korteks motorik berakhir di nukleus-nukleus batang otak dan medula spinalis, dan jalur ini dapat juga memperantarai gerakan volunter. Gerakan menimbulkan perubahan input sensorik dari indra dan otot,tendon,sendi serta kulit. Informasi umpan balik ini, yang menyesuaikan dan mengatur gerakan, dipancarkan secara langsung ke korteks motorik dan ke spinoserebelum. Spinoserebelum akhirnya berproyeksi ke batang otak. Jalur batang otak utama yang berperan dalam postur dan koordinasi adalah traktur rubrospinalis, retikulospinalis, tektospinalisdan vestibulospinalis serta neuron-neuron di batang otak.
Serat jalur kortikospinalis lateral membentuk piramid di medula oblongata, jalur kortikospinalis itu disebut sebagai aistem piramidalis. Batang otak desendens dan jalur spinal lainnya yang tidak melewati piramida, tapi berperan dalam kontrol postur disebut sistem ekstrapiramidalis.
4.     Tes Keseimbangan Duduk  
         Pemeriksaan kesimbangan posisi duduk ini memerlukan alat pengukur waktu atau stopwatch. Pelaksanaannya dilakukan dengan posisi duduk, kaki tersangga, kedua tangan diletakkan disisis tubuh dan punggung tak tersangga. Lalu fisioterapis memberikan dorongan kearah depan, belakang, dan samping kepada seseorang hingga waktu 30 detik.
        (Trisnowiyanto, 2012)
        
A.    Terapi Latihan Keseimbangan Duduk Anak Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
1.      Metode Bobath
Bobath yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metoda yang didasarkan pada neurologi dan reflek-reflek primitif dan fasilitasi dari keseimbangan yang lebih tinggi dari reflek righting yang dipersiapkan untuk keterampilannya. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan system saraf pusat pada bayi dan anak-anak (Sheperd, 1997). Agar lebih efektif, penanganan harus dimulai secepatnya, sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan. Hal ini sesungguhnya masih efektif untuk anak pada usia yang lebih tua, namun ketidaknormalan akan semakin tampak seiring dengan bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy dan biasanya membawa terapi pada kehidupan sehari-hari sangat sulit dicapai (Sheperd, 1997).
2.      Prinsip Metode Bobath
a.       Fasilitasi
Teknik ini berupa pembuatan suatu gerakan khusus yang terjadi secara otomatis untuk memperoleh gerakan dasar yang otomatis dan disadari.Upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya disebut “Key Point of Control”.
Tujuannya :
1)          Untuk memperbaiki tonus postural yang normal
2)          Untuk memelihara dan mengembalikan tonus postural normal
3)          Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja
b.      Inhibisi
Suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot. Tekniknya disebut Reflex Inhibitory Paternt. Perubahan tonus postural dan patern menyebabkan dapat bergerak lebih normal dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan menggunakan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”. Dengan Inhibiting Pattern yaitu pengaturan posisi penderita untuk mengurangi bentuk-bentuk aktivitas refleks abnormal dan untuk mengatasi tonus postural yang abnormal.
c.       Stimulasi
Diberikan untuk merangsang arah gerak yang kita kehendaki bertujuan untuk menimbulkan reaksi gerakan pada anak. Stimulasi terdiri dari dua bentuk yaitu :
1)      Stimulasi verbal berupa aba-aba dan suara
Yaitu upaya untuk menimbulkan reaksi yang diharapkan pada anak lewat verbal.
2)      Stimulasi non verbal berupa rangsangan propioseptif dan taktil
Yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic. Tapping: ditujukan pada group otot antagonis dari otot yang spastic. Placcing dan Holding: Penempatan pegangan. Placcing Weight Bearing: Penumpukan berat badan.
3.      Tujuan
a.       Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal.
b.      Mengajarkan postur dan pola duduk yang normal.
4.      Intervensi
Untuk melatih keseimbangan duduk diperlukan serangkaian latihan yang menunjang sikap seimbang terutama pada posisi duduk ride sitting yaitu posisi duduk kangkang atau menunggangi suatu benda. Dimana untuk mempertahankan posisi duduk stabil diperlukan adanya head kontrol, trunk kontrol serta pe;vic kontrol yang baik. Pada seorang anak kita dapat melakukan terapi latihan dengan prinsip dari cephalo ke caudal. Oleh karena itu kita perlu melatih head kontrol terlebih dahulu sebagai awal dari latihan yang diberikan untuk meningkatkan keseimbangan duduk anak dengan proses latihannyasebagai berikut :
a.       Latihan head control
1)      Posisi anak                  : duduk
2)      Posisi terapis               : di belakang anak
3)      Pelaksanaan terapi       :
Terapi dilakukan dengan menstimulasi dengan sentuhan pada cervical dan menengadahkan kepala anak dan perintahkan anak untuk sebisa mungkin dapat mempertahankan kepalanya tetap tegak.
b.      Latihan trunk control       
1)      Posisi anak                  : duduk
2)      Posisi terapis               : di belakang anak
3)      Pelaksanaan terapi       :
Dengan posisi anak duduk telungkup, tangan terapis memberi pegangan pada daerah pelvic anak kemudian berikan stimulasi berupa dorongan atau tarikan ke depan atau kebelakang yang membuat anak dapat mengangkat badannya ke arah ekstensi trunk.
c.       Latihan sitting balance     
1)      Posisi anak                  : duduk
2)      Posisi terapis               : di belakang anak
3)      Pelaksanaan terapi       :
Dengan posisi anak duduk di abduction bench, terapis memberikan dorongan ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke belakang dengan kedua kaki anak menyentuh lantai yang mana diharapkan keseimbangan anak dapat terstimulasi dengan dorongan yang diberikan terapis. Dalam latihan ini anak juga bisa menggunakan hand supportnya untuk membantu menstabilkan badannya. Setelah itu instruksikan anak untuk mempertahankan posisi duduk stabil sebisa mungkin selama 30 detik.


B.     Abduction Bench
       
      1. Gambaran Umum

Gambar 2.4 Abduction Bench
Abduction bench merupakan suatu perlengkapan yang mirip seperti kursi datar pada umumnya, tetapi didesain khusus untuk membantu melakukan pelaksanaan latihan.
Abduction bench membantu beberapa jenis gerakan untuk duduk atau tidur sewaktu berlatih. Abduction bench pada prinsipnya untuk melatih anak cerebral palsy yakni untuk lebih mempermudah latihan-latihan yang diperlukan.
1.      Fungsi
Fungsi abduction bench pada anak cerebral palsy adalah untuk membantu melakukan latihan-latihan pada anak terutama untuk keseimbangan duduk. Pada kondisi anak cerebral palsy spastic quadriplegi dengan pola tungkai menggunting (scissors gait) juga bisa koreksi postur tungkai dengan mengabduksikan tungkai pada abduction bench.



BAB III
HIPOTESIS

Gangguan Keseimbangan duduk pada anak penderita cerebral palsy tentu menjadi masalah yang sangat mungkin timbul bagi penderita cerebral palsy spastik quadriplegi.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pendahuluan bahwa cerebral palsyspastik quadriplegi ialah gangguan pada otak yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh adanya lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas. Sehingga menurut gambaran dari definisinya tentu anak penderita cerebral palsy spastik quadriplegi merupakan klasifikasi cerebral palsy yang cukup berat yang menyebabkan penderita mengalami gangguan dalam mempertahankan keseimbangannya.
Anak penderita cerebral palsy spastic quadriplegi  mengalami masalah dalam keseimbangan duduknya, tentu saja keseimbangan sangat dipengaruhi oleh postural control. Dimana head control, trunk control serta pelvic control merupakan elemen-elemen yang mendukung postural control anak. Terutama untuk fungsi duduk seimbang yang sangat membutuhkan postural control yang baik.
Sementara perkembangan kondisi anak tentu didukung banyak faktor seperti kerja sama antara terapis dengan anak dan keluarga anak serta yang paling terutama juga adalah motivasi dari sang anak sendiri untuk mau berlatih serta anak kooperatif.  Untuk lebih menunjang keberhasilan dari terapi yang diberikan tentu home program sangatlah penting dalam mencapai tujuan terapi.

Intervensi fisioterapi dengan metode Bobath yang di dalamnya terdiri stimulasi, inhibisi dan fasilitasi untuk mengembangkan inhibisi spastik, head kontrol dan trunk kontrol, mengembangkan hand support, protective reaction dan core stabiliti dalam latihan sitting balance. Dimana berdasarkan metode Bobath latihan yang diberikan dapat memfasilitasi anak untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya disebut “Key Point of Control” yang bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal serta untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Sedangkan stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Hal-hal tersebut dapat dilakukan di abduction bench yang mempunyai bentuk seperti kursi datar pada umumnya namun anak duduk dengan posisi abduksi tungkai seperti menunggang kuda yang secara tidak langsung dapat menginhibisi pola tungkai menggunting pada anak. Latihan sitting balance pada anak di abduction bench dilakukan dengan member dorongan ke kanan ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke belakang dengan kedua tungkai terabduksi yang mana diharapkan keseimbangan anak dapat terstimulasi dengan dorongan yang diberikan terapis. Dalam latihan ini anak juga bisa menggunakan hand supportnya untuk membantu menstabilkan badannya. Setelah itu instruksikan anak untuk mempertahankan posisi duduk stabil selama mungkin.
Oleh sebab itu penggunaan metode Bobath dengan abduction bench sangatlah efektif karena dengan bentuknya yang mengabduksikan tungkai anak secara tidak langsung menginhibisi pola spatik anak pada tungkai. Selain itu juga posisi duduk anak di abduction bench lebih mudah untuk memfasilitasi anak dalam melatih head control, trunk control serta pelvic control sehubungan dengan melatih keseimbangan duduk anak cerebral palsy spastic quadriplegi. Dalam hal memberikan stimulasi untuk melatih keseimbangan duduk atau sitting balance pun penggunaan metode Bobath dapat dilakukan di abduction bench.

DAFTAR PUSTAKA :

Aker, John. (2007). AANA Journal Course. Perioperative care of patient with Cerebral Palsy. Volume 75, 65-70.

Budi M, Setia. (2012). Anatomi Sistem Regional dan Perkembangan. Jakarta : ECG

Dharmaperwira, Reni.(2004). Gangguan-gangguanotak hemisphere kanandanpemeriksaankomunikasi. Jakarta :Djambatan.

Dorlan (2005). KamusKedokteranDorlan

Eaton, Marilyn, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Jakarta : ECG.

Keith, Mac. (2005). Developmental Medicine & Child Neurology. Volume 07, 455-461.

Kyle, Terri. (2014). BukuPraktikKeperawatanPediatri. Jakarta : EGC

       Lee, Jennifer. (1988). Aids to Physiotherapy. UK : Longman.

Levitt, Shopie. (2004). Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. Oxford : Blackwell.

Markum, Sofyan. (1996). IlmuKesehatanAnak. Jakarta :BalaiPenerbit FK UI.

Masaroh, Siti. (2014). KeperawatanPediatrik. Jakarta : Imperium

Miller, Freeman. (2005). Cerebral Palsy. USA : Springer

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapi.

Sheperd, R, B. (1995). Physiotherapy in Pediatrics. Third Editition. Oxford : Heinmann.

Soetjiningsih, (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Sthepen, Jan. (1989). Pediatric Physical Therapy. USA : WB.

Tarwoto, Aryani. (2009) Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : TIM.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar