Oleh :
Marchella Ester Hatiuron
NIM : 2015.66.115
BAB I
MASALAH
Masa
pertumbuhandan perkembangan anak tentu menjadi perhatian sang orang tua sejak
dalam masa kandungan sampai anak beranjak dewasa. Setiap orang tua tentu
menginginkan kehidupan yang sehat bagi anaknya. Ketika individu berperan
sebagai orangtua dalam kehidupan tentu kesehatan anak menjadi hal yang penting
dan patut diperhatikan. Kesehatan yang
baik tentu menjadi hal yang penting dalam mewujudkan kehidupan yang didambakan
setiap orang. Kesehatan merupakan faktor utama yang dibutuhkan setiap manusia
untuk menjalani kesehariannya.
Kesehatan menurut
World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani, dan
social secara utuh dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan. Serta
pengertian kesehatan menurut undang-undang adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Sumber : Undang-Undang Kesehatan
nomor 36 Tahun 2009).
|
Cerebral
palsymerupakan salah satu
masalah dalam tahap tumbuh kembang anak yang sering ditemukan.
Cerebral palsy merupakan kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat
non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang (Sumber : Miller,
Freeman, 2004). Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di
dalam kandungan (pre-natal), selama proses melahirkan (natal),
atau setelah proses kelahiran (post-natal). Cerebral palsy dapat mengakibatkan gangguan sikap (postur), kontrol
gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neurologik berupa
kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum dan kelainan mental (mental retardation) (Sumber
:Dorlan, 2005). American Academy for Cerebral Palsy mengemukakan
klasifikasi CP sebagai berikut : klasifikasi neuro motorik yaitu spastic,
atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi
keterlibatan neuromotorik : diplegia, hemiplegia, triplegia, quadriplegia
(Sunusi dan Nara, 2007).
Cerebral
Palsy Spastic Quadriplegi merupakan tipe yang akan dibahas
lebih lagi oleh penulis, yakni gangguan postur dan kontrol gerakan yang
bersifat non progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan
abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang
ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan,
hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas (Sumber :AANA journal, John
Aker, 2007). Permasalahan utama yang dialami oleh penderita cerebral palsy spastik quadriplegi
adalah adanya gangguan distibusi tonus postural (spastisitas) pada keempat
ektremitas, gangguan postural control, adanya serta gangguan keseimbangan yang
menyebabkan penderita mengalami gangguan fungsional.
Keseimbangan
tentu sangat dipengaruhi oleh postural kontrol seseorang. Postural control
meliputi kontrol terhadap posisi tubuh dan berfungsi untuk stabilitas dan
orientasi tubuh seseorang. Keseimbangan merupakan interaksi yang
kompleks dari integrasi atau interaksi sistem sensorik (vestibular, visual dan
somatosensorik termasuk proprioceptor) dan musculoskeletal (otot, sendi dan
jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (control motorik,
sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap
perubahan kondisi internal dan eksternal.
Fisioterapi
merupakan salah satu disiplin ilmu dan bagian dari tenaga kesehatan yang
mempunyai peran untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, intervensi
yang diberikan adalah yang berhubungan dengan gerak dan fungsi. Fisioterapi
merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang rentan kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis, dan mekanik), pelatihan fungsi dan komunikasi (Sumber :
Permenkes Nomor 80 Tahun 2013 Pasal 1 ayat 2).
Dalam menghadapi
permasalahan ini tentu fisioterapi mempunyai peran penting yaitu memberikan
pelayanan secara optimal pada tahapan tumbuh kembang anak. Terutama dalam
melatih kemampuan fungsional dalam keseimbangan duduk pada anak penderita cerebral palsy spastik quadriplegi agar
mengurangi ketergantungan terhadap orang lain dengan berbagai metode, salah
satunyadengan menggunakan metode Bobath. Metode ini dikembangkan oleh Karel
Bobath dan istrinya Bertha Bobath pada tahun 1992 berdasarkan konsep bahwa
hipertonus yang disebabkan oleh kelumpuhan otak terjadi akibat adanya aktivitas
reflek postural yang tidak normal.
Berdasarkan hal diatas
maka penulis akan membahas lebih dalam lagi mengenai cerebral palsy spastik quadriplegi dalam kaitannya dengan keseimbangan
Dalam memenuhi tugas
filsafat yang diberi judul : “HUBUNGAN LATIHAN DI ABDUCTION BENCH DENGAN
METODE
BOBATH TERHADAP
KESEIMBANGAN DUDUK PADA ANAK CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI”.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Definisi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy adalah
kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak mempengaruhi kerusakan
perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak
lokasi pada otak yang immatur (Campbell
SK et al, 2001). Cerebral
Palsy merupakan gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non
progressif yang disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat (Nelson & Ellenberg, 1982).
Cerebral Palsy juga suatu
kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan
atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh
atau belum selesai pertumbuhannya. Gangguan pada otak yang bersifat non
progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan
perkembangan pada otak (Shepered,1995). Cerebral
Palsy ini juga bisa diakibatkan dari lesi atau gangguan perkembangan otak
bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini (prematur).
Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan ( Bobath, 1996).
B.
Patofisiologi Cerebral
Palsy
Pada Cerebral
Palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya
fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi yang terus
menerus dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada
lengkung refleks. Sedangkan kerusakan pada level midbrain dan batang otak akan
mengakibatkan gangguan fungsi refleks untuk mempertahankan postur. Mid brain
ekstra piramidal dan pusat lokomotor merupakan pusat kontrol motor primitif.
Pusat ini membuat seseorang menggunakan pola primitif reflek untuk melakukan
ambulasi dimana pada saat tidak terdapatnya seleksi kontrol motorik. Bila
terdapat cedera berat pada sistem ekstra piramidal dapat menyebabkan gangguan
pada semua gerak atau hypotoni, termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya
cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak
terkoodinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat
dilakukan.
Walaupun pada Cerebral Palsy gangguan yang terjadi
mengenai sistem motorik tetapi pada kenyataannya tidak dapat dipisahkan antara
fungsi motorik dan sensorik.
C.
Etiologi Cerebral
Palsy
Cerebral
Palsy dapat disebabkan faktor genetic
maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita
kelainan ini, maka kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik
(Soetjiningsih, 1995). Kerusakan otak pada anak dapat terjadi pada masa
prenatal, natal dan postnatal seperti berikut.
1.
Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada
tahap prenatal adalah infeksi pada masa kehamilan. Infeksi merupakan salah satu
hal yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, misalnya infeksi oleh
toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain infeksi, anoksia
dalam kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), trauma pada abdominal,
radiasi sinar-X dan keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan
Cerebral Palsy.
2.
Natal
Pada masa bayi dilahirkan ada
beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP, antara lain:
a.
Brain injury
Brain injury atau cidera pada kepala bayi
dapat mengakibatkan:
1)
Anoksia/hipoksia
Anoksia merupakan
keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen, yang dapat terjadi pada saat
kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan
lahir dengan bedah caesar.
2)
Perdarahan otak
Perdarahan dapat
terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya pada proses kelahiran dengan
mengunakan bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub
arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga
timbul kelumpuhan spastik.
b.
Ikterus
Ikterus
pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen
akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
c.
Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila
terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa
Cerebral Palsy.
d.
Prematurias
Prematuritas
dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan, lahir dengan berat badan tidak
sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tesebut. Bayi kurang bulan
mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi
cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain
masih belum sempurna.
3.
Post Natal
Pada masa postnatal bayi beresiko mendapatkan
paparan dari luar yang dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang mungkin dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada otak. Kerusakan yang terjadi pada
jaringan otak setelah proses kelahiran yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan Cerebral Palsy, misalnya
pada trauma kapitis, meningitis, ensepaliti, luka parut pada otak pasca bedah
dan bayi dengan berat badan lahir rendah
D. Klasifikasi Cerebral Palsy
Cerebral palsy
dikelompokkan dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi jenis cerebral
palsy di kelompokkan sebagai berikut.
1.
Berdasarkan area yang mengalami
impairment, yakni :
Gambar 2.1
Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan area
(Sumber : Reiter & Walsh, 2010)
a.
Monoplegia
: kelemahan pada satu ekstremitas
b.
Hemiplegia
: kelemahan pada satu sisi tubuh, ekstremitas atas dan bawah tetapi ekstremitas
atas lebih berat
c.
Triplegia
: kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan satu sisi ekstremitas atas
d.
Diplegia:
kelemahan pada keempat ekstremitas tetapi ekstremitas bawah lebih berat
e.
Quadriplegia
: kelemahan pada keempat ekstremitas.
1.
Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis
gangguan geraknya :
Gambar 2.2.
Types of Cerebral palsy
(Sumber :Laurie Glazener, 2009)
a.
Spastik
Ditandai
dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan Cerebral Palsy jenis ini ada di tractus
pyramidalis (motor cortex). Anak cerebral palsy jenis spastik dibedakan menjadi
empat tipe, yaitu spastik hemiplegia, spastik paraplegia, spastik diplegia, dan
spastik quadriplegia.
b.
Diskinesia
Ditandai
dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak. Yang termasuk diskinesia :
a)
Athetoid
Letak
kelainannya pada basal ganglion. Cerebral Palsy jenis ini tidak terdapat
kekakuan pada tubuhnya, tetapi terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol
(involuntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan ini tidak dapat
dicegah, sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan otomatis tersebut terjadi
pada tangan, kaki, mata, tangan, bibir, dan kepala.
b)
Rigid
Cerebral palsy
jenis rigid ini terjadi akibat adanya pendarahan di dalam otak. Gejalanya yaitu
adanya kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan kaki sehingga sulit
dibengkokkan. Leher dan punggung mengalami hiperektensi.
c)
Hipotonia
Cerebral palsy
jenis ini memiliki tonus otot dan tonus postural yang rendah.
d)
Tremor
Letak
kelainannya pada substantia nigra. Gejala yang tampak yaitu adanya getaran-getaran
kecil (ritmis) yang terus menerus pada mata, tangan, atau pada kepala. Getaran
yang terus menerus pada anggota tubuh tersebut dapat mengganggu fungsinya,
seperti getaran pada mata menyebabkan anak tidak dapat melihat dengan jelas.
Begitu juga getaran pada kepala dan tangan dapat mengganggu anak berkonsentrasi
dan menulis atau pada aktvitas lain yang menggunakan kepala dan tangan.
c.
Ataksia
Letak
kelainannya pada otak kecil (cerebellum).
Penderita mengalami gangguan keseimbangan. Otot-ototnya tidak kaku, tapi
terkadang penderita tidak dapat berdiri dan berjalan karena adanya gangguan
keseimbangan tersebut. Andaikan berjalan, langkahnya seperti orang mabuk,
kadang terlalu lebar atau terlalu pendek. Hal itu menyebabkan anak tidak dapat
berjalan tegak dan jalannya gontai. Koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi,
sehingga anak mengalami kesulitan dalam menjangkau sesuatu ataupun akan akan
mengalami kesulitan ketika makan.
d.
Campuran
Artinya
pada anak cerebral palsy terdapat dua atau lebih kelainan. Misalnya spastik dan
athetosis, atau spastik dan rigid, atau spastik dan ataksia. Kecacatan tersebut
tergantung pada kerusakan yang terjadi di otak. Letak kerusakan jenis ini di
daerah pyramidal dan extrapyramidal. Apabila kerusakan terjadi pada pyramidal,
kelainannya berbentuk spastik. Apabila terjadi di extrapyramidal kelainannya
berbentuk athetosis, rigid, dan hipotonia.
1.
Berdasarkan
derajat kemampuan fungsionalnya, yakni :
a.
Ringan
Penderita
masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak
atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b.
Sedang
Aktifitas
sangat terbatas, penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan atau pendidikan
khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara.
Dengan pertolongan secara khusus diharapkan penderita dapat mengurusnya
sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup
ditengah masyarakat dengan baik.
c.
Berat
Penderita
sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup
tanpa pertolongan orang lain.
A. Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
1.
Definisi Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
Cerebral Palsy
merupakan gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang
disebabkan oleh kerusakan atau kelumpuhan sistem saraf pusat sedangkan quadriplegi berarti kelemahan
pada keempat ekstremitas (Scherzer
& Tscharnuter, 1990).
Sehingga yang
dimaksud Cerebral palsy spastik
quadriplegia adalah gangguan postur dan kontrol gerakan yang bersifat non
progresif yang disebabkan oleh karena lesi atau perkembangan abnormal pada otak
yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang ditandai dengan
meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan, hiperkontraktilitas
otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota gerak bawah.
2. Gejala Klinis Cerebral
Palsy Spastik Quadriplegi
Gejala klinis atau ciri khas lain yang dapat
ditemukan pada kasus cerebral palsy
spastic quadriplegi, yaitu :
a.
Pada cerebral
palsy spastic quadriplegi biasanya Asymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro
Reflex yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan masih ada.
b.
Pada pemeriksaan dengan posisi anak
telentang biasanya akan ditemukan gerakan menggunting pada tungkai karena
posisi hip yang terlalu adduksi dan endorotasi.
c.
Pada pemeriksaan dengan posisi anak
duduk biasanyaakan ditemukan bahwa anak duduk di sacrum dengan tungkai adduksi,
endorotasi, plantar fleksi dan posisi tungkai asimetri serta menggunting.
d.
Pada kebanyakan kasus anak dengan cerebral palsy spastik quadriplegia
berguling dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk.
3.
Prognosis Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia
Prognosis pasien
cerebral palsy spastik quadriplegia
dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
a.
Berat ringannya kerusakan yang dialami
pasien.
Menurut
tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegia secara umum diklasifikasikan
dalam tiga tingkat yaitu :
1)
Mild
Pasien dengan Mild Quadriplegia
dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti bilateral crutches atau
walker, dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya
pasien.
2)
Moderate
Pasien dengan Moderate Quadriplegia
mampu untuk berjalan saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang
masih membutuhkan alat bantu seperti bilateral crutches atau walker. Namun
demikian untuk perjalanan jauh atau ektifitas berjalan dalam waktu yang relatif
lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi
roda, seperti pada saat berjalan-jalan ke pusat belanja, taman hiburan atau
kebun binatang.
3)
Severe
Pasien dengan Severe Quadriplegia
sangat tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan
meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari
satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung
pada kursi roda atau orang lain untuk melakukan aktifitas.
b.
Pemberian terapi pada pasien Cerebral palsy spastik
quadriplegia.
Pemberian
terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis
pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik
prognosisnya.
c.
Kondisi tubuh pasien.
Dengan kondisi
tubuh yang baik akan mempermudah pasien untuk mengembangkan kemampuannya pada
saat latihan sehingga pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara
mandiri.
d.
Lingkungan tempat pasien tinggal dan
bersosialisasi.
Peran lingkungan terutama
keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien, dukungan mental yang
diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat
menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan
tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk bersosialisasi
dengan dunia luar.
B. Biomekanika
Biomekanika adalah bidang studi yang mempelajari
prinsip-prinsip mekanika pada tubuh manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi
satu jenis gerakan, ialah :
1. Titik berat
(Center Of Grafity)
Disebut juga titik keseimbangan yaitu titik dimana seluruh berat
obyek dipusatkan dan terbagi rata, tanpa menghiraukan bentuk dan kepadatannya.
Pada anak letak titik berat lebih tinggi karena kepalanya relatif besar dan
kaki kecil.
Untuk menentukan titik berat obyek, ada dua syarat yang harus
dipenuhi agar bisa dalam keadaan
seimbang yaitu.
a.
Semua
gaya linear yang bekerja pada objek harus seimbang (Line Of Gravity).
b.
Semua
gaya rotasi (momen-momen) harus seimbang.
2. Garis berat
Pada
manusia, garis berat adalah garis vertikal yang melalui titik berat badan. Cara
menentukan letak titik berat badan yaitu dengan stabilisasi (tingkat
keseimbangan).
Hal-hal yang mempengaruhi stabilisasi :
a.
Tinggi
titik berat
b.
Letak
garis berat
c.
Posisi
tubuh
d.
Luas
dasar penumpu
C. Keseimbangan
Duduk
1.
Definisi Keseimbangan
duduk
Keseimbangan
duduk (Sitting Balance)
adalah
kemampuan seseorang untuk secara baik dapat mempertahankan posisi dalam keadaan
duduk simetris. Dimana dalam keseimbangan duduk tidak luput dari pengaruh
postural control.
2. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan duduk
:
a.
Allignmen dan Base of support
b.
Weight bearing dari tulang, otot,
ligament dan kulit
c.
Gerakan trunk
d.
Otot-otot abdominal, quadriceps,
hamstring, gluteus dan group otot stabilisasi pelvis
e.
Posisi ankle
Dimana semua faktor diatas memerlukan
postural kontrol yang baik.
3. Postural Kontrol
a.
Definisi Postural Kontrol
Postural control (kontrol postur) adalah gerakan
korektif yang diperlukan untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan.
Yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah koordinasi dari rangka, otot sensorik dan
uscul saraf pusat.
Gambar 2.3. Postural Control.
Kontrol postur
meliputi kontrol terhadap posisi tubuh dan berfungsi ganda yaitu untuk
stabilitas (keseimbangan) dan orientasi (memelihara hubungan yang tepat antar
segmen tubuh dan antara tubuh dan lingkungan).
a.
Komponen Postural Kontrol
Pengontrol keseimbangan postur dan gerak pada tubuh
manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik
(visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor (Sistem
Musculoskeletal).
1)
System Informasi Sensoris
Sebagian terbesar kegiatan system saraf
berasal dari pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor
visual, auditorius, reseptor raba di permukaan tubuh, atau jenis reseptor lain.
Sistem sensorik merupakan hal yang penting dalam prinsip dasar kontrol
postur anak. Sistem sensorik yang dimaksud terdiri atas:
a)
Kemampuan visual
Kemampuan
visual
(penglihatan) memegang peran
penting dalam sistem sensoris. Perannya yaitu:
(1)
Mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan
keseimbangan.
(2)
Mata juga berfungsi sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau
dinamik.
(3)
Merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada.
(4)
Berperan dalam mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai
lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar
yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi
visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang
pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
b)
Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang
berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata.
Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga.
Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini
disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi
perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks
vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek
yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus
vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju
nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan
korteks serebri.
Nukleus
vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi,
dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron
melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot
proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot
postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.
c)
Sistem somatosensoris
Sistem
somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif.
Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula
spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi
ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.
Kesadaran akan
posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang
datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah
ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls
dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot
di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
b.
Mekanisme Kontrol postur dan Gerak
Sinaps neuromuscular adalah tempat di dalam tubuh
dimana akson motor yang memenuhi otot, sehingga transmisi pesan dari otak yang
menyebabkan otot untuk berkontraksi dan berileksasi. Manusia memiliki ribuan
sinaps neuromuscular yang mengontrol pergerakan tubuh. Sinaps menghubungkan
sel-sel diantara saraf yang mengakibatkan pergerakan tubuh manusia.
Sinaps terdiri dari presinaps dan postsinaps. Ketika
terjadi perambatan potensial aksi ke terminal, kanal Ca pada presinaps akan
membuka. Proses ini akan diikuti dengan menempelnya neurotransmitter pada
membran neuron, lalu neurotransmitter tersebut dilepaskan ke celah sinaps.
Neurotransmitter ada dua macam, yaitu neurotransmitter eksitasi dan inhibisi.
Bila neurotransmitter eksitasi yang keluar, akan ditangkap oleh reseptor yang
cocok pada postsinaps. Ikatan reseptor dengan neurotransmitter akan mengubah
permeabilitas membran otot sehingga ion Na akan masuk.
Ketika potensial aksi terjadi makaakan menyebabkan
terjadinya depolarisasi. Kejadian selanjutnya adalah akan terbentuknya ikatan
aksin myosin sehingga otot akan berkontraksi. Sedangkan bila neurotransmitter
inhibisi yang keluar, setelah berikatan dengan reseptor, perubahan
permeabilitas akan memudahkan ion Cl masuk. Ion Cl mengakibatkan muatan sel
menjadi negative, maka terjadilah hiperpolarisasi dan inhibisi (Guyton dan
Hall, 1997).
Aktivitas motorik
somatik sangat bergantung pada pola dan kecepatan lepas muatan saraf motorik
spinalis dan saraf homolog yang terdapat di nukleus motorik saraf kranialis.
Saraf ini, yang merupakan jalur terakhir ke otot rangka, yang dibawa oleh
impuls dari berbagai jalur. Banyak masukan menuju ke setiap neuron motorik
spinalis berasal dari segmen spinal yang sama. Berbagai masukan supra segmental
juga bertemu di sel saraf ini, yaitu dari segmen spinal lain, batang otak, dan
korteks serebrum. Sebagian masukan ini berakhir langsung ke saraf motorik,
tetapi banyak yang efeknya dilanjutkan melalui neuron antara ( interneuron )
atau melalui system saraf efferen γ ke kumparan otot dan kembali melalui serat
afferent Ia ke medulla spinalis. Aktifitas terintegrasi dari tingkat spinal,
medulla oblongata, otak tengah dan korteks inilah yang mengatur postur tubuh
dan memungkinkan terjadinya gerakan terkoordinasi.
Masukan-masukan
yang bertemu di neuron motorik mengatur tiga fungsi yang berbeda
yakni menimbulkan aktivitas volunter,
menyesuaikan postur tubuh untuk menghasilkan landasan yang kuat bagi gerakan
dan mengkoordinasikan kerja berbagai otot agar gerakan yang timbul mulus dan
tepat. Pola aktivitas volunter direncanakan di otak, lalu perintahnya dikirim
ke otot terutama melalui sistem kortikospinalis dan kortikobulbaris. Postur
tubuh secara terus menerus disesuaikan, tidak saja sebelum tetapi juga sewaktu
melakukan gerakan oleh sistem pengatur postur. Gerakan diperhalus dan
dikoordinasikan oleh serebellum bagian medial dan intermedial (spinoserebellum)
dan hubungan-hubungannya. Ganglia basal dan serebelum bagian lateral
(neoserebelum) merupakan bagian dari sirkuit umpan balik ke korteks pramotorik
dan motorik yang berkaitan dengan peencanaan dan pengaturan gerakan volunter.
Keluaran motorik
terdiri atas dua jenis, yaitu refleksifdan volunter (dikendalikan oleh
kemauan). Beberapa pakar membagi lagi respons refleksif dengan respon ritmik
seperti menelan, mengunyah, menggaruk dan berjalan, terutama yang bersifat involunter.
Masih banyak yang
belum diketahui tentang kontrol gerakan volunter. Untuk menggerakkan sebuah
anggota badan, otak harus merencanakan gerakan, menyusun gerakan yang sesuai di
berbagai sendi pada saat yang sama, dan menyesuaikan gerakan dengan membandingkan
rencana dengan kinerja. Sistem motorik akan bekerja secara maksimal apabila
gerakan di ulang-ulang (learning by doing), hal ini melibatkan plastisitas
sinaps.
Perintah untuk
gerakan volunter berasal dari daerah assosiasi korteks. Gerakan direncanakan di
korteks. Gerakan direncanakan di korteks serta di ganglia basal dan bagian
lateral dari hemisfer serebelum, yang ditandai oleh peningkatan aktivitas
listrik sebelum gerakan. Ganglia basal serta serebelum menyalurkan informasi ke
korteks pramotorik dan motorik melalui talamus. Perintah motorik dari korteks
motorik sebagian besar dipancarkan melalui traktus kortikospinalis ke medula
spinalis dan sebagian lagi melalui traktus kortikobulbaris yang sesuai ke
neuron motorik di batang otak. Namun jalur ini dan beberapa hubungan langsung
dari korteks motorik berakhir di nukleus-nukleus batang otak dan medula
spinalis, dan jalur ini dapat juga memperantarai gerakan volunter. Gerakan
menimbulkan perubahan input sensorik dari indra dan otot,tendon,sendi serta kulit.
Informasi umpan balik ini, yang menyesuaikan dan mengatur gerakan, dipancarkan
secara langsung ke korteks motorik dan ke spinoserebelum. Spinoserebelum
akhirnya berproyeksi ke batang otak. Jalur batang otak utama yang berperan
dalam postur dan koordinasi adalah traktur rubrospinalis, retikulospinalis,
tektospinalisdan vestibulospinalis serta neuron-neuron di batang otak.
Serat jalur
kortikospinalis lateral membentuk piramid di medula oblongata, jalur
kortikospinalis itu disebut sebagai aistem piramidalis. Batang otak desendens
dan jalur spinal lainnya yang tidak melewati piramida, tapi berperan dalam
kontrol postur disebut sistem ekstrapiramidalis.
4. Tes
Keseimbangan Duduk
Pemeriksaan
kesimbangan posisi duduk ini memerlukan alat pengukur waktu atau stopwatch.
Pelaksanaannya dilakukan dengan posisi duduk, kaki tersangga, kedua tangan
diletakkan disisis tubuh dan punggung tak tersangga. Lalu fisioterapis
memberikan dorongan kearah depan, belakang, dan samping kepada seseorang hingga
waktu 30 detik.
(Trisnowiyanto, 2012)
A.
Terapi Latihan Keseimbangan Duduk Anak Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi
1.
Metode
Bobath
Bobath yaitu suatu teknik yang dikembangkan
oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metoda yang didasarkan pada neurologi dan reflek-reflek
primitif dan fasilitasi dari keseimbangan yang lebih tinggi dari reflek
righting yang dipersiapkan untuk keterampilannya. Metode ini
khususnya ditujukan untuk menangani gangguan system saraf pusat pada bayi dan
anak-anak (Sheperd, 1997). Agar lebih efektif, penanganan harus dimulai
secepatnya, sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan. Hal ini sesungguhnya masih
efektif untuk anak pada usia yang lebih tua, namun ketidaknormalan akan semakin
tampak seiring dengan bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy dan biasanya
membawa terapi pada kehidupan sehari-hari sangat sulit dicapai (Sheperd, 1997).
2.
Prinsip
Metode Bobath
a.
Fasilitasi
Teknik
ini berupa pembuatan suatu gerakan khusus yang terjadi secara otomatis untuk
memperoleh gerakan dasar yang otomatis dan disadari.Upaya
untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada
tonus otot normal. Tekniknya disebut “Key Point of Control”.
Tujuannya :
1)
Untuk memperbaiki tonus postural yang
normal
2)
Untuk memelihara dan mengembalikan tonus
postural normal
3)
Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang
disengaja
b.
Inhibisi
Suatu
upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot. Tekniknya disebut Reflex
Inhibitory Paternt. Perubahan tonus postural dan patern menyebabkan dapat
bergerak lebih normal dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh
yang normal dengan menggunakan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”. Dengan Inhibiting Pattern yaitu pengaturan
posisi penderita untuk mengurangi bentuk-bentuk aktivitas refleks abnormal dan
untuk mengatasi tonus postural yang abnormal.
c.
Stimulasi
Diberikan untuk merangsang arah gerak yang
kita kehendaki bertujuan untuk menimbulkan reaksi gerakan pada anak. Stimulasi
terdiri dari dua bentuk yaitu :
1)
Stimulasi
verbal berupa aba-aba dan suara
Yaitu upaya untuk menimbulkan reaksi yang diharapkan pada anak
lewat verbal.
2)
Stimulasi
non verbal berupa rangsangan propioseptif dan taktil
Yaitu upaya untuk
memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna
untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang
dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic. Tapping: ditujukan pada group
otot antagonis dari otot yang spastic. Placcing dan Holding: Penempatan
pegangan. Placcing Weight Bearing: Penumpukan berat badan.
3.
Tujuan
a.
Memperbaiki dan mencegah postur dan pola
gerakan abnormal.
b.
Mengajarkan postur dan pola duduk yang
normal.
4.
Intervensi
Untuk melatih keseimbangan duduk
diperlukan serangkaian latihan yang menunjang sikap seimbang terutama pada
posisi duduk ride sitting yaitu posisi duduk kangkang atau menunggangi suatu
benda. Dimana untuk mempertahankan posisi duduk stabil diperlukan adanya head
kontrol, trunk kontrol serta pe;vic kontrol yang baik. Pada seorang anak kita
dapat melakukan terapi latihan dengan prinsip dari cephalo ke caudal. Oleh
karena itu kita perlu melatih head kontrol terlebih dahulu sebagai awal dari
latihan yang diberikan untuk meningkatkan keseimbangan duduk anak dengan proses
latihannyasebagai berikut :
a.
Latihan head control
1)
Posisi anak : duduk
2)
Posisi terapis : di belakang anak
3)
Pelaksanaan terapi :
Terapi
dilakukan dengan menstimulasi dengan sentuhan pada cervical dan menengadahkan
kepala anak dan perintahkan anak untuk sebisa mungkin dapat mempertahankan
kepalanya tetap tegak.
b.
Latihan trunk control
1)
Posisi anak : duduk
2)
Posisi terapis : di belakang anak
3)
Pelaksanaan terapi :
Dengan posisi anak duduk telungkup, tangan terapis
memberi pegangan pada daerah pelvic anak kemudian berikan stimulasi berupa
dorongan atau tarikan ke depan atau kebelakang yang membuat anak dapat
mengangkat badannya ke arah ekstensi trunk.
c.
Latihan sitting balance
1)
Posisi anak : duduk
2)
Posisi terapis : di belakang anak
3)
Pelaksanaan terapi :
Dengan posisi
anak duduk di abduction bench, terapis memberikan dorongan ke kiri, ke kanan,
ke depan dan ke belakang dengan kedua kaki anak menyentuh lantai yang mana
diharapkan keseimbangan anak dapat terstimulasi dengan dorongan yang diberikan
terapis. Dalam latihan ini anak juga bisa menggunakan hand supportnya untuk
membantu menstabilkan badannya. Setelah itu instruksikan anak untuk
mempertahankan posisi duduk stabil sebisa mungkin selama 30 detik.
B.
Abduction Bench
1. Gambaran
Umum
Gambar 2.4 Abduction Bench
Abduction
bench merupakan suatu perlengkapan yang mirip seperti kursi datar pada umumnya,
tetapi didesain khusus untuk membantu melakukan pelaksanaan latihan.
Abduction
bench membantu beberapa jenis gerakan untuk duduk atau tidur sewaktu berlatih.
Abduction bench pada prinsipnya untuk melatih anak cerebral palsy yakni untuk
lebih mempermudah latihan-latihan yang diperlukan.
1. Fungsi
Fungsi abduction bench pada
anak cerebral palsy adalah untuk
membantu melakukan latihan-latihan pada anak terutama untuk keseimbangan duduk.
Pada kondisi anak cerebral palsy spastic quadriplegi dengan pola tungkai
menggunting (scissors gait) juga bisa koreksi postur tungkai dengan
mengabduksikan tungkai pada abduction bench.
BAB III
HIPOTESIS
Gangguan
Keseimbangan duduk pada anak penderita cerebral
palsy tentu menjadi masalah yang sangat mungkin timbul bagi penderita cerebral palsy spastik quadriplegi.
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya pada pendahuluan bahwa cerebral palsyspastik quadriplegi ialah gangguan pada otak yang
bersifat non progresif yang disebabkan oleh adanya lesi atau perkembangan
abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya yang
ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stertch reflek yang berlebihan,
hiperkontraktilitas otot pada keempat ekstremitas. Sehingga menurut gambaran
dari definisinya tentu anak penderita cerebral
palsy spastik quadriplegi merupakan klasifikasi cerebral palsy yang cukup berat yang menyebabkan penderita
mengalami gangguan dalam mempertahankan keseimbangannya.
Anak penderita cerebral palsy spastic quadriplegi mengalami masalah dalam keseimbangan duduknya,
tentu saja keseimbangan sangat dipengaruhi oleh postural control. Dimana head
control, trunk control serta pelvic control merupakan elemen-elemen yang
mendukung postural control anak. Terutama untuk fungsi duduk seimbang yang
sangat membutuhkan postural control yang baik.
Sementara
perkembangan kondisi anak tentu didukung banyak faktor seperti kerja sama
antara terapis dengan anak dan keluarga anak serta yang paling terutama juga
adalah motivasi dari sang anak sendiri untuk mau berlatih serta anak
kooperatif. Untuk lebih menunjang
keberhasilan dari terapi yang diberikan tentu home program sangatlah penting
dalam mencapai tujuan terapi.
Intervensi
fisioterapi dengan metode Bobath yang di dalamnya terdiri stimulasi, inhibisi
dan fasilitasi untuk mengembangkan inhibisi spastik, head kontrol dan trunk
kontrol, mengembangkan hand support, protective
reaction dan core stabiliti dalam latihan sitting balance. Dimana
berdasarkan metode Bobath latihan yang diberikan dapat memfasilitasi anak untuk
mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus
otot normal. Tekniknya disebut “Key Point
of Control” yang bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal,
untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal serta untuk memudahkan
gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam aktifitas sehari-hari.
Sedangkan stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot
melalui proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Hal-hal tersebut
dapat dilakukan di abduction bench yang mempunyai bentuk seperti kursi datar
pada umumnya namun anak duduk dengan posisi abduksi tungkai seperti menunggang
kuda yang secara tidak langsung dapat menginhibisi pola tungkai menggunting
pada anak. Latihan sitting balance pada anak di abduction bench dilakukan dengan
member dorongan ke kanan ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke belakang dengan
kedua tungkai terabduksi yang mana diharapkan keseimbangan anak dapat
terstimulasi dengan dorongan yang diberikan terapis. Dalam latihan ini anak
juga bisa menggunakan hand supportnya untuk membantu menstabilkan badannya.
Setelah itu instruksikan anak untuk mempertahankan posisi duduk stabil selama
mungkin.
Oleh sebab itu penggunaan metode
Bobath dengan abduction bench sangatlah efektif karena dengan bentuknya yang mengabduksikan
tungkai anak secara tidak langsung menginhibisi pola spatik anak pada tungkai.
Selain itu juga posisi duduk anak di abduction bench lebih mudah untuk
memfasilitasi anak dalam melatih head control, trunk control serta pelvic
control sehubungan dengan melatih keseimbangan duduk anak cerebral palsy spastic quadriplegi. Dalam hal memberikan stimulasi
untuk melatih keseimbangan duduk atau sitting balance pun penggunaan metode Bobath
dapat dilakukan di abduction bench.
DAFTAR PUSTAKA :
Aker,
John. (2007). AANA Journal Course.
Perioperative care of patient with Cerebral Palsy. Volume 75, 65-70.
Budi
M, Setia. (2012). Anatomi Sistem Regional
dan Perkembangan. Jakarta : ECG
Dharmaperwira,
Reni.(2004). Gangguan-gangguanotak
hemisphere kanandanpemeriksaankomunikasi. Jakarta :Djambatan.
Dorlan
(2005). KamusKedokteranDorlan
Eaton,
Marilyn, dkk. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Jakarta : ECG.
Keith,
Mac. (2005). Developmental Medicine &
Child Neurology. Volume 07, 455-461.
Kyle,
Terri. (2014). BukuPraktikKeperawatanPediatri.
Jakarta : EGC
Lee, Jennifer. (1988). Aids to Physiotherapy. UK : Longman.
Levitt,
Shopie. (2004). Treatment of Cerebral
Palsy and Motor Delay. Oxford : Blackwell.
Markum,
Sofyan. (1996). IlmuKesehatanAnak.
Jakarta :BalaiPenerbit FK UI.
Masaroh,
Siti. (2014). KeperawatanPediatrik.
Jakarta : Imperium
Miller,
Freeman. (2005). Cerebral Palsy. USA
: Springer
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapi.
Sheperd,
R, B. (1995). Physiotherapy in Pediatrics.
Third Editition. Oxford : Heinmann.
Soetjiningsih,
(1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Sthepen,
Jan. (1989). Pediatric Physical Therapy.
USA : WB.
Tarwoto,
Aryani. (2009) Anatomi dan Fisiologi
untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : TIM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar